Sabtu, 19 November 2011

Imran Chalil Beli Gunung

Pejabat Makelar Tanah Terungkap
Laporan : A.R.Tomawonge

Lahan Miik Salah satu Pejabat Pemprov di Gosale Puncak

SOFIFI- Naik turun (fluktuatif)nya harga tanah dalam proyek pembebasan tanah untuk kawasan pemerintahan di Sofifi pada setiap tahun ternyata karena permainan para makelar (penghubung). Lucunya, makelar tanah ini dipelihara oleh sejumlah pejabat dilingkup pemerintah provinsi Maluku Utara. Alhasil, sebagian besar tanah diwilayah Sofifi milik para pejabat tersebut. Bahkan, dengan beraninya, seorang pejabat pemprov membeli gunung diwilayah Desa Kusu Kecamatan Oba Utara.

Dari penelusuran Radar Halmahera mulai dari aparat pemerintah Kelurahan, Desa dan Pemilik lahan, terungkap adanya makelar dalam proses pembebasan lahan di Sofifi.  Menurut mereka, jauh sebelum proyek pembebasan dilakukan, para makelar tanah tersebut melakukan pendekatan dengan masyarakat pemilik tanah yang lahannya masuk dalam target pembebasan untuk pembangunan fasilitas pemerintahan.  

Makelar tersebut menurut mereka kemudian melakukan penewaran harga tanah yang jauh dibawah Nilai Objek Jual Pajak (NJOP) yang ditetapkan. Dan, setelah ada kesepakatan, mereka membeli, tiba saat untuk pembebasan lahan oleh pemerintah melalui proyek pembebasan, mereka kemudian menjualnya lagi dengan harga tinggi.

“ Kalau saya melihat pembebasan lahan disofifi saat ini memang betul kalau proses ini melalui makelar. Itu betul, itu faktanya,” Ujar Sirajudin  A. Kadir tokoh pemuda Kelurahan Guraping.
Dikatakannya, jika dilihat dari prosedur pembebasan lahan, panitia telah melakukannya sesuai dengan prosedur. Dimana, sebelum melakukan pembebasan, masyarakat pemilik lahan diundang bersama dengan kepala desa untuk membicarakan persoalan kesepakatan harga tanah permeter. Namun ada hal yang menurut dia janggal dalam pembebasan lahan, dimana seperti yang disampaikan sejumlah masyarakat Kelurahan Guraping adalah saat pembayaran tanah berlangsung mereka diminta untuk menandatangani kwitansi kosong.

“ Saya bilang kenapa tidak diprotes saat itu, tapi masyarakat bilang jika mereka tidak berpikir sampai kesitu. Kita sadar pembodohan ini terjadio karena tidak ada kontrol,”ujarnya.
Hal senada dikatakan Kepala Kelurahan Sofifi, Saifuddin Gamtohe bahwa kalaupun ada konspirasi dalam penetapan harga tanah. Kemungkinan terjadi ditingkat atas (panitia pembebasan atau makelar) namun mekanisme pembebasan dimasyarakat begitu transparan. Pemerintah setempat menurut dia, tidak bisa mencampuri terlalu jauh sampai pada persoalan penetapan harga, sebab wilayah tersebut menurut dia adalah kewenangan panitia dengan masyarakat pemilik lahan.

“ Saya waktu itu hanya menandatangani berita acara pembebasan lahan. Kalau soal harga itu urusan pemilik dengan pembeli. Tapi bukan berarti hal seperti tidak bisa dianggap bukan persoalan, ini persoalan. Hanya saja banyak yang keliru pada saat itu, jadi ada konspirasi tapi tidak terkawal,” akunya. 

Namun menurut dia, semestinya yang dipersoalkan saat ini adalah kepemilikan lahan milik pejabat di wilayah Sofifi yang hanya dibiarkan tertidur. Aset tersebut menurut dia, hanya dijadikan lahan bisnis para pejabat. Padahal menurut dia, keberadaan lahan – lahan tidur tersebut mengganggu pembangunan infrastruktur mendasar pemerintah.

“ Saya justru lebih menyoroti kepemilikan lahan milik para pejabat yang kemudian hanya dijadikan sebagai aset dorang untuk bisnis kedepan. Pejabat ini sudah tau bahwa diareal ini ada pembebasan dorang beli kamuka, dan ketika pembebasan baru dong jual ulang dan menjadi makelar kepada pemerintah lagi. Ini yang terjadi banyak disini,” akunya.

Sementara itu Rizal Yusuf Marasabessy, orang yang dituduhkan sekertaris Pansus Aset, Umar Alting sebagai perantara para pejabat pemprov melakukan pembelian tanah di Sofifi saat ditemui membantah tuduhan adanya mafia tanah dalam proyek pembebasan lahan bersama dengan Imran Chalil dan Sekertaris Pemprov Malut Muhadjir Albaar. Dia menjelaskan, kedekatannya dengan Imran Chalil hanya dalam bentuk ikatan pekerjaan.

“ Tidak benar kalau bilang torang mafia tanah. Saya dengan Pak Imran itu dekat karena pak imran suruh saya kase jalan itu dia pe tampa percetakan batu tela  di durian. Jadi seluruh bangunan di Sofifi ini batu tela nya diambil dari kita,” jelasnya.

 Sementara untuk persoalan tanah, dia menjelaskan awalnya dia memiliki sebidang tanah, yang kemudian dijual saat pembebasan lahan dilakukan pemerintah provinsi Maluku Utara. Setelah menjual satu kaplingan lahan, dia kembali membeli dua kaplingan yang kemudian menjualnya lagi dan begitu seterusnya. Sementara untuk tanah milik Imran Chalil, dia mengakui tersebar di empat tempat.

“ Pak imran pe tanah itu ada empat, satu di tela press (Durian dekat Sunagi Oba), di muka Polairud (Desa Barumadoe) tapi tara tau apakah itu mes pemda atau pak imran punya saya tara tau, satu di Tabadame deng satu Pak imran beli  gunung didaerah dara (sambil menujuk arah kusu). Tidak hanya itu, Pak Imran juga punya exavator,” sebutnya.

Pengakuan tentang kepemilikan lahan milik Imran Chalil, Kepala Biro Umum dan Perlengkapan Setdaprov Malut itu juga diungkapkan Mitfah Bay, Mantan Kepala Bidang Perbatasan dan Pertanahan Biro Pemerintahan Umum Setdaprov Malut. Miftah yang sebelum di geser ke Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah itu mengatakan, ada beberapa lahan yang dibeli oleh Imran Chalil.

“ Dia (Imran Chalil)  beli tanah itu ada beberapa tempat, di Tabadame, dimuka polairud, kemudian di oba dekat jembatan (Skarang Tela Press), dia ada beli gunung satu didaerah Kusu. saya heran dia beli gunung anteru. Kong saya tanya pak imran, ngoni beli gunung itu mo kase biking apa, kong dia bilang gunung itu tahun-tahun muka dong mau biking timbunan, itu timbunan bukan sadiki, doi tu.” akunya.

Sementara terkait dengan Mafia Tanah dia mengakui bingung dengan adanya sebutan itu. Pasalnya menurut dia, saat pembebasan dan pembayaran lahan, aparat pemerintah desa dab pemilik lahan diundang. Dia mengakui, jika proses pembayaran itu sendiri dilakukan setelah adanya negosiasi harga antara panitia dengan pemilik lahan.

“ Dalam pembayaran itu katorang hadirkan kepala desa dan camat,” katanya.
Darwin Hi. Salmin mantan Kepala Desa Balisosa Barumadoe (Balbar) membenarkan jika pada saat pembebasan lahan kepala desa hanya ditunjukan surat pemberitahuan adanya pembebasan diwilayah Desa, sementara terkait dengan harga dan luasan lahan yang dibebaskan tidak diketahui sama sekali oleh pihak desa.

“ Torang jujur-jujur saja, saat pembebasan dorang (Panitia) hanya menunjukan surat pemberitahuan pembebasan. Soal harga permeter berapa torang tara tau,” akunya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar