Laporan : A.R.Tomawonge
SOFIFI-
Satu persatu kesalahan pencatatan
keuangan pemerintah Provinsi Maluku Utara perlahan mulai terungkap. Setelah
sebelumnya terungkap lambat mencatatkan nilai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) ke neraca tahun 2010 hingga menjadi temuan BPK Malut. kesalahan lainnya
kembali terungkap, namun, kesalahan ini terjadi sejak tahun 2007 silam. Menurut
Anggota Deprov Malut, bantuan tersebut diberikan tidak dalam bentuk penyertaan
modal melainkan Bantuan sosial. PT. Kie Raha Mandiri dinilai bukan lagi Perusda
melainkan Panti Asuhan.
Meski
terbilang cukup lama, kesalahan yang dilakukan ini terbilang awet, pasalnya,
pada setiap kali pemeriksaan keuangan oleh BPK Malut, selalu saja item yang
satu ini menjadi temuan. Item yang dimaksud adalah bantuan dana penyertaan modal
pemerintah provinsi Maluku Utara ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kie Raha
Mandiri sebesar Rp. 7 Milyar.
Dalam neraca
per 31 Desember 2010, BPK Malut mengungkapkan bahwa dalam Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) point 5.1.1.7 disebutkan saldo piutang adalah sebesar Rp. 0,00.
Padahal, pada pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun
2009, BPK menemukan Piutang lainnya sebesar Rp. 7,6 Milyar yang disajikan dalam
neraca per 31 Desember tahun 2008 namun tidak disajikan dalam neraca per 31
Desember 2009. Tidak dilakukan pencacatan ini tidak memiliki penjelasan yang
lengkap seputar apakah piutang itu telah dilunasi atau dihapus.
Meski
tidak memberikan alasan terkait hilangnya piutang sebesar Rp. 7,6 Milyar LKPD
tahun 2009, Pemprov Malut kembali tidak menyajikan Piutang tersebut ke Neraca
per 31 Desember 2010. Karena itu, BPK dalam LHP tidak dapat mengusulkan koreksi
atas penyajian Piutang lainnya sebesar Rp. 7,6 Milyar tersebut dengan alasan tidak adanya bukti transaksi yang lengkap dan
sah sebagai dasar pengakuan dan pencatatan piutang tersebut dalam Neraca per 31
Desember 2010.
Dalam
CaLK point 5.1.2.2 sebagaimana yang disajikan dalam neraca per 31 Desember
2010, dana penyertaan modal pemerintah daerah tahun 2010 hanyalah sebesar Rp.
500 juta. Padahal jika didasarkan pada LKPD pemprov Malut tahun 2007 dengan
opini tidak menyatakan pendapat, disajikan pengeluaran pembiayaan untuk
penyertaan modal pemprov sebesar Rp. 7,6 M sebagimana yang tercatat dalam
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Arus Kas (LAK). Sayangnya,
pengeluaran tersebut tidak diikuti dengan pengakuan investasi jangka panjang
permanen pada neraca per 31 desember tahun 2007.
Jika
memang, oleh BPK, pemerinta tidak menyajikan kembali piutang tersebut dalam
neraca per 31 Desember tahun 2010, seharusnya ada penjelasan adanya anggaran
tersebut. Misalnya, apakah telah ada mutasi saldo penyertaan modal itu secara
memadai. Karena itu, BPK kembali mengaku kesulitan memberikan koreksi atas
buruknya pencatatan Piutang itu, apalagi selain tidak ada bukti transaksi yang
lengkah dan sah, dan CaLK pemprov tahun 2010 juga, tpemprov tidak dapat
mengungkapkan informasi yang lengkap seputar kepemilikan daerah atas PT. Kie
Raha Mandiri yang telah mendapatkan anggaran Rp. 7,6 Milyar tersebut.
Terkait
masalah ini, Wakil Ketua DPRD Malut, Djasman Abubakar yang ditemui mengatakan
dirinya tidak mengetahui pasti persoalan tersebut. Pasalnya menurut dia,
informasi terkait keberadaan anggaran Rp. 7,6 Milyar itu tidak dia ikuti secara
intens. Dia berjanji akan kembali melakukan pengecekan.
Namun,
hal ini berbeda dengan Ishak Naser, mantan Anggota Banggar deprov ini
mengatakan, anggaran sebesar Rp. 7,6 Milyar tersebut diberikan ke PT. Kie Raha
Mandiri tidak melalui item Bantuan Peyertaan Modal melainkan melalui Bantuan
Sosial.
“
Seharusnya itu dianggarkan dianggarkan pada Pembiayaan pengeluaran sebagai
penyertaan modal pemerintah, tapi pemerintah menganggarkan sebagai belanja di
bansos. Masa dia (PT. Kie Raha Mandiri) tidak menerima bantuan modal tapi menerima
bantuan sosial, kalau begiru apa bedanya Kie Raha Mandiri dengan Panti Asuhan,”
tandasnya.***