Selasa, 29 November 2011

Astaga, Duit 7,6 M Diberikan Cuma-Cuma

Laporan : A.R.Tomawonge
SOFIFI-  Satu persatu kesalahan pencatatan keuangan pemerintah Provinsi Maluku Utara perlahan mulai terungkap. Setelah sebelumnya terungkap lambat mencatatkan nilai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) ke neraca tahun 2010 hingga menjadi temuan BPK Malut. kesalahan lainnya kembali terungkap, namun, kesalahan ini terjadi sejak tahun 2007 silam. Menurut Anggota Deprov Malut, bantuan tersebut diberikan tidak dalam bentuk penyertaan modal melainkan Bantuan sosial. PT. Kie Raha Mandiri dinilai bukan lagi Perusda melainkan Panti Asuhan.
Meski terbilang cukup lama, kesalahan yang dilakukan ini terbilang awet, pasalnya, pada setiap kali pemeriksaan keuangan oleh BPK Malut, selalu saja item yang satu ini menjadi temuan. Item yang dimaksud adalah bantuan dana penyertaan modal pemerintah provinsi Maluku Utara ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kie Raha Mandiri sebesar Rp. 7 Milyar.
Dalam neraca per 31 Desember 2010, BPK Malut mengungkapkan bahwa dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) point 5.1.1.7 disebutkan saldo piutang adalah sebesar Rp. 0,00. Padahal, pada pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2009, BPK menemukan Piutang lainnya sebesar Rp. 7,6 Milyar yang disajikan dalam neraca per 31 Desember tahun 2008 namun tidak disajikan dalam neraca per 31 Desember 2009. Tidak dilakukan pencacatan ini tidak memiliki penjelasan yang lengkap seputar apakah piutang itu telah dilunasi atau dihapus.
Meski tidak memberikan alasan terkait hilangnya piutang sebesar Rp. 7,6 Milyar LKPD tahun 2009, Pemprov Malut kembali tidak menyajikan Piutang tersebut ke Neraca per 31 Desember 2010. Karena itu, BPK dalam LHP tidak dapat mengusulkan koreksi atas penyajian Piutang lainnya sebesar Rp. 7,6 Milyar tersebut dengan alasan tidak adanya bukti transaksi yang lengkap dan sah sebagai dasar pengakuan dan pencatatan piutang tersebut dalam Neraca per 31 Desember 2010.
Dalam CaLK point 5.1.2.2 sebagaimana yang disajikan dalam neraca per 31 Desember 2010, dana penyertaan modal pemerintah daerah tahun 2010 hanyalah sebesar Rp. 500 juta. Padahal jika didasarkan pada LKPD pemprov Malut tahun 2007 dengan opini tidak menyatakan pendapat, disajikan pengeluaran pembiayaan untuk penyertaan modal pemprov sebesar Rp. 7,6 M sebagimana yang tercatat dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Arus Kas (LAK). Sayangnya, pengeluaran tersebut tidak diikuti dengan pengakuan investasi jangka panjang permanen pada neraca per 31 desember tahun 2007.
Jika memang, oleh BPK, pemerinta tidak menyajikan kembali piutang tersebut dalam neraca per 31 Desember tahun 2010, seharusnya ada penjelasan adanya anggaran tersebut. Misalnya, apakah telah ada mutasi saldo penyertaan modal itu secara memadai. Karena itu, BPK kembali mengaku kesulitan memberikan koreksi atas buruknya pencatatan Piutang itu, apalagi selain tidak ada bukti transaksi yang lengkah dan sah, dan CaLK pemprov tahun 2010 juga, tpemprov tidak dapat mengungkapkan informasi yang lengkap seputar kepemilikan daerah atas PT. Kie Raha Mandiri yang telah mendapatkan anggaran Rp. 7,6 Milyar tersebut.
Terkait masalah ini, Wakil Ketua DPRD Malut, Djasman Abubakar yang ditemui mengatakan dirinya tidak mengetahui pasti persoalan tersebut. Pasalnya menurut dia, informasi terkait keberadaan anggaran Rp. 7,6 Milyar itu tidak dia ikuti secara intens. Dia berjanji akan kembali melakukan pengecekan.
Namun, hal ini berbeda dengan Ishak Naser, mantan Anggota Banggar deprov ini mengatakan, anggaran sebesar Rp. 7,6 Milyar tersebut diberikan ke PT. Kie Raha Mandiri tidak melalui item Bantuan Peyertaan Modal melainkan melalui Bantuan Sosial.
“ Seharusnya itu dianggarkan dianggarkan pada Pembiayaan pengeluaran sebagai penyertaan modal pemerintah, tapi pemerintah menganggarkan sebagai belanja di bansos. Masa dia (PT. Kie Raha Mandiri) tidak menerima bantuan modal tapi menerima bantuan sosial, kalau begiru apa bedanya Kie Raha Mandiri dengan Panti Asuhan,” tandasnya.***

Deprov Terancam Pidana

Lantaran Secara Buta Setujui LRA
SOFIFI- Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Malut atas laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Malut tahun 2010 menyisahkan silang pendapat diinternal Deprov. Persetujuan itu, dinilai bertentangan dengan kondisi dilapangan.
Reginal P.Tanalisan,Anggota Fraksi PDI Perjuangan Deprov Malut mengatakan realisasi penggunaan anggaran tahun 2010 oleh pemerintah provinsi Malut tidak berbanding lurus dengan kondisi fisik pekerjaan dilapangan. Anehnya menurut dia, DPRD Malut malah menyetujui laporan realisasi anggaran tersebut. Padahal, persetujuan tersebut sangat beresiko bagi DPRD secara kelembagaan.
“ Jangan asal setuju, seharusnya DPRD berhati-hati,” katanya.
Laporan realisasi penggunaan anggaran itu menurut dia, jika dikemudian hari menimbulkan masalah maka sangat beresiko terkena pelenggaran pidana. Apalagi, dalam kegiatan reses yang dilakukan beberapa waktu lalu, banyak anggota Deprov yang menemukan sendiri bagaimana pekerjaan proyek-proyek fisik yang anggarannya diambil dari APBD tahun 2010 yang tidak selesai dilakukan.
“ Kalau ada pelanggaran, ini Pidana, makanya jangan gegabah mengambil keputusan. Banyak proyek, seperti proyek sekolah, irigasi, jalan dan jembatan yang tidak pernah selesai. Bahkan beberapa saat lalu, gubernur juga mengaku, banyak kontraktor yang tidak serius melaksanakan pekerjaan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Imron Barmawi, Anggota Deprov asal Partai Barisan Nasional (Barnas) ini mengatakan banyak proyek tahun 2010 didaerah pemilihannya Halmahera Selatan (Halsel) yang tidak selesai dilakukan. sayangnya, hal tersebut seperti luput dari perhatian badan anggaran (banggar) Deprov sehingga dalam Paripurna menyatakan realisasi anggaran tidak bermasalah. Selain itu kata dia, selama ini, Deprov malut tidak memiliki alat kelengkapan seperti Badan Pengawasan.
“ Kedepan nanti, DPRD Malut harus memiliki alat kelengkapan seperti Badan Pengawasan. Ini penting untuk ada, agar seluruh proyek dapat diawasi dengan baik,” katanya.
Alimim Muhammad, Wakil Ketua DPRD Malut dalam laporan Badan Anggaran (Banggar) mengatakan, dari sektor pendapatan, ditahun 2010, Pemprov Malut menganggarkan pendapatan sebesar Rp. 722 M yang kemudian realisasinya sebesar Rp. 695 M. Dari sektor Belanja daerah dianggarkan sebesar Rp. 725 Milyar dan realisasi sebesar Rp. 682 Milyar. sementara dari sektor pembiayaan, realisasi penerimaan pembiayaan Rp. 2 M dari yang dianggarkan sebesar Rp. 3 M, realisasi pengeluaran pembiayaan sebesar Rp. 0 rupiah dari yang dianggarkan sebesar Rp. 500 juta.
“ Realisasi total PAD Pemprov tahun 2010 sebesar Rp. 77 Milyar dari yang targetkan Rp. 80 Milyar (96,22) persen. Dibandingkan dengan realisasi total APBD tahun anggaran 2009 sebesar Rp. 73 Milyar. Dengan data tersebut, persentase pencapaian realisasi PAD mencapai penurunan. Hal ini menunjukan bahwa belum efektifnya upaya yang dilakukan SKPD terkait padahal masih banyak sumber yang harus di dorong sesuai potensi daerah yang ada untuk meningkatkan pendapatan,” katanya.
Karena itu, Banggar pada kesempatan itu juga menurut dia meminta kepada Gubernur Malut agar dapat melakukan evaluasi terhadap seluruh kepala SKPD yang tidak sungguh-sungguh dalam bekerja untuk mendorong peningkatan PAD. Pencapaian kinerja beberapa SKPD  menurut banggar masih sangat rendah. Alagi, tiga SKPD sebagi yang menguasi anggaran, misalnya Dinas Pendidikan, PU dan Dinas Kesehatan. Tidak produktifnya sejumlah SKPD, juga menurut Banggar dapat dilihat dari angka SiLPA tahun 2010 yang mencapai Rp. 15 Milyar. yang terdiri dari angka surplus sebesar Rp. 13 Milyar dan penerimaan pembiayaan sebesar rp. 2,8 milyar.
“ tiga SKPD ini perlu melakukan langkah-langkah terstuktur dalam rangka penyerapan anggaran,” tambahnya.***

Gubernur Setuju Bongkar Mafia Tanah

Laporan : A.R.Tomawonge
SOFIFI- Usulan Badan Anggaran (Banggar) Deprov Malut agar unsur pimpinan DPRD meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi kasus pembebasan lahan pusat pemerintahan ibukota Provinsi Malut di Sofifi mendapat dukungan Gubernur Malut, Thaib Armayn.
Saat ditemui seusai Paripurna di Deprov Malut kemarin, Gubernur saat ditanyai bagaimana sikapnya menghadapi usulan Banggar mengatakan, apa yang dilakukan adalah hal yang sangat wajar. Apalagi kata dia, jika hal tersebut dinilai terdapat masalah, maka pantas untuk diteliti, apalagi DPRD menurut dia memiliki fungsi pengawasan.
“ ya itu wajar, kalau ada sesuatu yang perlu diteliti ya harus diteliti. Kalau memang ditemukan masalah ya harus diproses mengikuti prosedurnya,” singkat Gubernur yang mengaku terburu-buru karena masih ada agenda.
Sementara itu, Sekertaris Provinsi Maluku Utara, Muhadjir Albaar selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang ditemui terkait adanya temuan BPK tahun 2010 yang menyebutkan terdapat anggaran pembebasan lahan senilai Rp. 22 Milyar bermasalah mengatakan, terkait pembebasan lahan, yang terjadi hanyalah persoalan administrasi yang belum lengkap, seperti lokasi lahan dan alas hak atas lahan yang telah dibebaskan.
“ Petanya sementara kita buat. Temuan BPK itu hanya soal administrasi,” katanya.
Saat ditanya terkait dengan usulan Banggar terkait anggaran Rp. 5 Milyar dari total Rp. 22 Milyar pembebasan tanah tahun 2010 yang bermasalah itu akan berpotensi akan hilang sehingga harus direkomendasikan kepada BPK untuk dilakukan audit investigasi. Muhadjir  mengatakan, seharusnya terkait dengan usulan rekomendasi itu kewenangannya ada pada Panitia Kerja (Panja) bukan Banggar.
“ Itu terserah mereka (Banggar), tapi yang jelas itu (rekomendasi)  adalah tugas Panja DPRD yang menindaklanjuti hasil temuan BPK,” ujarnya.
Sementara terkait dengan adanya pembelian lahan pada tahun 2008 oleh Biro Pemerintahan Setdaprov Malut yang dilakukan hingga ke Ternate, Muhadjir mengaku tidak tahu menahu perihal itu. Pasalnya menurut dia, pembebasan lahan dilakukan oleh tim pembebasan lahan dan Biro Pemerintahan Umum Setdaprov Malut.
“ Saya tidak tahu itu karena itu ada Tim dan Biro Pemerintahan,” jawabnya.
Wakil Ketua Deprov Malut, Jasman Abubakar yang ditemui mengatakan, terkait dengan usulan Banggar itu, sebelumnya telah dilakukan pertemuan oleh DPRD. dalam pertemuan itu menurut dia terungkap memang ada dokumen pembebasan lahan yang tidak lengkap, dimana lahan yang telah dibebaskan tidak memiliki sertifikat.
“ Bahkan tanahnya juga tidak jelas. Karena itu Banggar merekomendasikan ke DPRD agar direkomendasikan ke BPK untuk dilakukan audit investigasi,” akunya.
Saat sentil terkait pernyataan Sekprov yang menyatakan Banggar tidak memiliki kewenangan untuk mengusulkan itu. Jasman membantah, menurut dia, banggar juga memiliki hak yang sama untuk menyampaikan rekomendasi kepada unsur pimpinan. Namun, usulan tersebut menurut dia masih akan dikaji lagi.
“ Jadi kalau memang akan dilakukan audit investigasi, maka tidak hanya seputar pembebasan lahan ditahun 2010, namun ditahun sebelumnya akan dilakukan audit juga,” ungkapnya.***

Muhadjir Kebakaran Jenggot

Terkait Suap Pemekeran Sofifi
Laporan : A.R.Tomawonge 
 
Muhadjir Albaar
SOFIFI- Meski tidak disebutkan siapa oknum pejabat Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) yang memberikan uang ratusan juta kepada salah satu anggota Dekot Tikep sebagaimana pengakuan Om Sidik, salah satu warga Kelurahan Sofifi yang aktif dalam setiap demonstrasi mendesak Sofifi menjadi Daerah Otonom Baru (DOB). Namun sepertinya pengakuan itu mengganggu ketenangan Sekertaris Daerah Provinsi Maluku Utara, Muhadjir Albaar.
Kepada sejumlah wartawan seusai Paripurna Persetujuan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Maluku Utara tahun 2010 di Kantor Deprov Malut kemarin, Muhadjir menanyakan siapa wartawan koran ini yang menulis berita tentang pengakuan adanya upaya suap yang diduga melibatkan pejabat  pemprov Malut untuk memuluskan kepentingan paripurna persetujuan pemekaran Sofifi menjadi DOB di Dekot Tikep beberapa waktu lalu.
“ Pejabat Pemprov, Pejabat Pemprov siapa?,” tanya Muhadjir dengan nada agak tinggi kepada wartawan koran ini.
Saat disinggung mengenai pengakuan Om Sidik itu, Muhadjir berkilah, dia lantas menanyakan untuk apa ada pejabat pemprov Malut memberikan uang kepada Om Sidik.
“ Memangnya sidik itu siapa trus ada pejabat kasih uang,” ketusnya.
Sirajudin A.Kadir salah satu pengurus teras Aliansi Masyarakat Oba Bersatu (AMOB) kepada Radar Halmahera kemarin mengatakan, sangat meyesali pengakuan yang disampaikan Om Sidik terkait adanya suap dalam mendorong Sofifi menjadi DOB. Pengakuan tersebut menurut dia adalah sikap yang tidak mendasar bahkan terkesan konspiratif untuk mencedrai citera pejabat teras yang dimaksud sekaligus mencederai institusi AMOB.
“ Karena fakta yang disebut oleh Om Sidik itu terbalik. Kalaupun ada Suap, kenapa sikap DPRD Dapil III di Paripurna pembahasan malah menolak. Itu tadi yang disampaikan bahwa DPRD melakukan votting di paripurna itu tidak benar, karena DPRD tidak melakukan voting, apalgi disebutkan ARM mengembalikan uang karena tidak memenangkan voting itu keliru. Keputusan kemarin tidak melalui voting. Kita sesalkan sikap pak sidik dan teman-teman ditengah dinamika orang sofifi yang mendambakan pemekaran kok ada konpirasi kecil-kecil yang mencederai semangat perjuangan itu,” katanya.
Selain itu, pria yang juga Sekertaris KNPI Kota Tidore Kepulauan ini mengajak agar seluruh pengurus AMOB tidak perlu gentar atas pemberitaan apapun. AMOB menurut dia tetap akan mengawal semangat pemekaran Sofifi hingga tujuan pemekaran tercapai. Pada kesempatan itu juga, dia  menyampaikan agar ARM dan Jafar Alkatiri yang juga disebut namanya dalam pemberitaan dapat memberikan komentar terkait dengan pemberitaan itu. Pasalnya, AMOB menurut dia akan tetap berjuang untuk mendapatkan hak pemekaran itu.
“ kami meminta kepada redaksi radar agar supaya dalam menjalankan independensi media tapi harus mempertimbangkan etika pemberitaan agar AMOB dikonfirmasi sebelum berita itu dirilis agar kita jangan dirugikan dalam pemberitaan. Berita yang dirili oleh Om Sidik dan teman-teman ini kesannya sengaja untuk membunuh citera AMOB dan pejabat teras Pemprov Malut. jika memang ini pembunuhan karakter maka sebaiknya mereka berpikir seribu kali. Kita menggap hanya ini bergening kepentingan untuk mendapat posisi dalam perjuangan pemekaran. Tolong berpikir yang lebih cerdas, ini kepentingan masyarakat oba, jangan karena sikap politik dan kepentingan semata kemudian mencederai gerakan pemekaran,” tandasnya.
Sebelumnya, pengakuan Om Sidik ini bermula saat wartawan koran ini menelusuri adanya informasi terkait uang ‘pengamanan’ yang di pegang oleh oknum anggota Dekot Tikep dapil III berinisial ARM. Sayangnya, dalam paripurna persetujuan itu, Dekot Tikep menolak usulan Sofifi menjadi DOB. Terkait dengan informasi itu, ARM yang dihubungi kembali mempertanyakan asal usul informasi tersebut. Namun setelah disampaikan jika informasi tersebut diperoleh dari adanya sejumlah selebaran yang dibuang disejumlah titik di Kota Sofifi, bahkan telah hangat dibicarakan di tengah masyarakat Sofifi dan sempat mencuat diluar forum Rapimda Partai Golkar beberapa waktu lalu. ARM tidak lagi menjawab konfirmasi koran ini.
Sementara Om Sidik sendiri saat ditemui mengungkapkan, sepengetahuan dirinya, uang senilai Rp. 100 juta tersebut rencannya dipergunakan untuk memuluskan Paripurna persetujuan Sofifi menjadi DOB di Dekot Tikep, sayangnya, hasil akhir Paripurna tersebut, dekot tikep berkesimpulan menolak Sofifi menjadi DOB sehingga uang tersebut disimpan oleh ARM.
Uang senilai Rp. 100 juta itu menurut dia, saat berada ditangan ARM, telah terpakai sebanyak Rp. 20 juta. Dia mengaku, sebanyak Rp. 80 juta yang tersisah telah diambil olehnya, dan uang tersebut kini tersimpan dirumahnya. Alasan dirinya mengambil sisa uang tersebut karena merasa sudah sering dibohongi, termasuk selalu ada janji akan memboyongnya ke Jakarta dalam kepentingan menjadikan Sofifi sebagai DOB. Sayangnya, setelah berapa kali perjalanan ke Jakarta, dirinya tidak pernah dilibatkan.
“ karena dorang putar bale makanya saya tahan itu doidelapan puluh juta di rumah, bahkan saya juga pernah meminta agar mereka datang ambil uang di rumah, tapi sampai saat ini tidak ada yang datang untuk ambil uang itu,” ungkapnya.***

Suap Pemekaran Sofifi Merebak

Seret Pejabat Pemprov, Angota DPRD dan AMOB
Laporan : A.R.Tomawonge
SOFIFI- Kemurnian semangat masyarakat daratan Oba memperjuangkan Sofifi menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) mulai tercoreng. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tidore Kepulauan Daerah Pemilihan (Dapil) III di duga telah menerima angpao dari salah satu oknum pejabat pemprov Malut. Sejumlah nama yang terseret saat dihubungi memilih tutup mulut.
Beredarnya wacana ini, setidaknya menambah daftar panjang praktek permainan uang dalam upaya mendorong Sofifi menjadi  DOB di Maluku Utara, setelah sebelumnya dugaan yang sama menyeret Ketua Pansus Pemekaran Sofifi dari DPRD Provinsi Maluku Utara, Edy Langkara. Dimana saat itu, Edy disebut-sebut menerima transfer dana pemekaran melalui rekening pribadinya. Sementara, yang muncul kali ini, melibatkan sejumlah anggota DPRD Kota Tidore asal Dapil III.
Dari Informasi yang dihimpun Radar Halmahera menyebutkan, seluruh anggota Dekot Tikep daerah pemilihan III ini, menjelang paripurna persetujuan usulan sofifi menjadi daerah otonom baru (DOB) di DPRD Tikep melakukan pertemuan dengan salah satu pejabat penting di pemprov malut. Dari pejabat tersebut, mereka diberikan uang sebesar Rp. 100 juta untuk kepentingan memuluskan Sofifi menjadi DOB dalam Paripurna itu. Sayangnya, dalam paripurna, keinginan itu tidak terpenuhi, karena Dekot tikep melalui paripurna itu, menolak sofifi menjadi DOB.
Sebelumnya, uang sebesar Rp. 100 juta itu diberikan oleh oknum pejabat pemprov malut kepada salah satu anggota dekot tikep berinisial ARM dengan tujuan mengamankan Paripurna agar usulan Sofifi menjadi DOB disetujui Dekot Tikep. Sayangnya hal tersebut tidak kesampaian karena Dekot Tikep dalam paripurna itu menolak Sofifi menjadi DOB. Belakangan diketahui, dari total uang pemberian itu, Rp. 20 juta telah terpakai. Sementara sisanya sebesar Rp. 80 juta, diambil oleh seorang warga bernisial S langsung dari tangan ARM karena kecewa selalu diberikan janji oleh tim pemekaran akan membawa dirinya ke Jakarta. Saat ini S dikabarkan tengah menunggu tim pemekaran datang mengambil sisa uang itu dirumahnya.
Terkat dengan isue ini, tiga anggota Dekot Tikep Dapil Oba yang dihubungi kemarin belum memberikan penjelasan pasti terkait kebenaran informasi itu. Mereka diantaranya, ARM,  AIS dan KH. Dua anggota Dekot Tikep yakni AIS dan KH sendiri bahkan tidak menanggapi permintaan konfirmasi yang dilayangkan koran ini. Sementara ARM yang dikonfirmasi melalui pesan singkat pada pukul 08:02 WIT kemarin, balik menanyakan dari mana koran ini mendapatkan informasi tersebut.
“ Info ini dapat dari mana?,” tanya ARM menanggapi permintaan konfirmasi melalui pesan singkatnya.
Kepada ARM, wartawan koran ini mengatakan, informasi  terkait dugaan suap itu sempat mencuat melalui selebaran yang dibuang disejumlah titik strategis di Sofifi beberapa waktu lalu, disaat semangat mendorong pemekaran Sofifi gencar dilakukan oleh elemen masyarakat di daratan Oba. Bahkan saat ini, informasi soal adanya suap yang melibatkan anggota dekot tikep dapil oba ini sudah menjadi buah bibir masyarakat seputaran Sofifi. Sayangnya, setelah koran ini memberikan penjelasan itu, ARM tidak lagi menjawab permintaan konfirmasi. Hingga tepat pada pukul 13:15 WIT, wartawan koran ini kembali menghubungi ARM untuk mendapatkan penjelasannya terkait isue tersebut, sayangnya, nomor kontak ARM sudah tidak aktif lagi.
Sementara itu, S Warga yang disebut-sebut kecewa dengan janji dan kini tengah menahan uang Rp. 80 juta tersebut saat ditemui di salah satu kebun miliknya mengatakan, sepengetahuan dirinya, uang sebesar Rp. 100 juta tersebut rencananya akan digunakan saat paripurna di Dekot Tikep. Sayangnya menurut dia, saat hasil votting menunjukan Dekot Tikep menolak pemekara Sofifi akhirnya uang tersebut disimpan oleh ARM. Namun, hingga saat ini, uang tersebut tersisa sebesar Rp. 80 juta karena Rp. 20 juta telah digunakan.
“ dua puluh juta itu sudah dipakai, tapi saya tidak tahu uang itu untuk apa, tapi saya rasa uang itu dipakai untuk perjalanan ke jakarta menemui Dirjen Otda dan DPR RI dan perjalanan keluar daerah berapa kali. Yang saya ingat tanggal 17 november kemarin,” katanya.
Saat ditanya, apakah dia tahu siapa saja yang menggunakan anggaran Rp. 20 juta tersebut, S mengatakan, anggaran tersebut bisa saja digunakan oleh oknum anggota Dekot Tikep dapil III dan oknum Aliansi Masyarakat Oba Bersatu (AMOB) yang di gawangi UAK. Sementara sisanya sebesar Rp. 80 juta saat ini ditahan oleh dirinya karena kesal selalu dijanjikan oleh UAK untuk mengajak dirinya ke Jakarta dalam kepentingan pemekaran Sofifi. Janji tersebut menurut dia, sudah berulang kali mereka sampaikan. Namun, dia akhirnya membantah jika dirinya kesal karena tidak ke Jakarta melainkan karena oknum-oknum tersebut sudah seringkali melakukan pembohongan.
“ karena dorang putar bale makanya saya tahan itu doi delapan puluh juta di rumah, bahkan saya juga pernah meminta agar mereka datang ambil uang di rumah, tapi sampai saat ini tidak ada yang datang untuk ambil uang. Bahkan dorang pernah mau pukul ustad Djafar Alkitiri, tapi karena dong tau doi itu saya yang pegang makanya dong tara barani ambe,” ungkapnya.
Dilanjutkannya, dari informasi yang dia dapat, asal uang tersebut dari salah satu pejabat pemprov. Bahkan, dia berencana akan mengembalikan uang tersebut langsung kepada pejabat bersangkutan. Bahkan dengan tegas dia mengatakan dirinya tidak pernah gentar jika akhirnya dituntut oleh UAK dan organisasi AMOB-nya itu. S juga dengan tegas mengatakan, dirinya sudah menyatakan sikap keluar dari barisan AMOB karena persoalan tersebut.
“ Saya berani keluar dari AMOB karena dorang pe karja model bagini. Dorang tara terbuka soal memperjuangkan sofifi. Tulis saja nama saya biar semua orang tahu kalau dorang itu putar bale (berbohong),” tegasnya.***