Senin, 27 Februari 2012

Bangsat ! Guru Agama Cabuli 27 Siswi

Laporan : A.R.Tomawonge

SOFIFI – Dunia  pendidikan di Maluku Utara kembali tercoreng. Kenapa tidak, untuk kesekian kalinya, oknum guru SD menunjukan sikap tidak terpuji dengan mencabuli puluhan siswinya. Borok yang tersimpan selama tiga tahun di SD Negeri Wama Kecamatan Oba Selatan itu akhirnya terbongkar setelah seorang siswi menceritakan perbuatan itu pada orang tuannya.

Kapolsek Oba, Iptu Subri Affandi saat dihubungi Radar Halmahera mengatakan, kasus pencabulan itu dilakukan oknum guru SD Negeri Wama bernama Mohdar M.Nur kepada 27 siswinya. Pencabulan  itu sendiri dilakukan sejak Mohdar resmi mengajar sebagai guru agama disekolah tersebut akhir tahun 2008 lalu.
“ Setelah mendengar informasi, saya dengan anggota ke Wama untuk mengecek dan ternyata ada 27 siswi yang mengaku di cabuli. Korabn itu mulai dari kelas empat, lima dan enam,” katanya.

Dijelaskannya, pencabulan itu sendiri terungkap setelah seorang siswi pada tanggal 14 februari menceritakan kejadian itu kepada orang tuannya. Setelah mendengar cerita sang anak, orang tua korban kemudian mengecek ke rekan-rekan korban, dan ternyata terungkap, jika rekan-rekan korban yang lain juga adalah korban pencabulan. Karena gusar dengan perilaku itu, pada malam tanggal 14 itu, para orang tua korban mengepung Mohdar di rumah dinasnya. Beruntung, Mohdar akhirnya diselamatkan oleh salah satu warga bernama Latif Jen lewat pintu belakang.

“ Malam itu juga orang tua korban mengepung rumah dinas, dan sampai pagi disitu. Padahal, Mohdar sudah diselamatkan lewat pintu belakang oleh Latif Jen. Mohdar setelah keluar dari rumah dia menuju ke Desa Toe, namun dalam perjalanan Latif menjemput dia dengan motor dan membawanya ke pelabuhan. Tapi saya belum tahu dia lewat pelabuhan mana. Hanya saja, saat ini Mohdar sudah ada di Ternate, dia di Maliaro,” jelasnya.

Lebih jauh Kapolsek menjelaskan, dalam menjalankan aksinya, Mohdar berpura-pura memberikan hukuman terhadap sisiwinya dengan alasan tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR). Para siswi kemudian diciumi dan (maaf) memegang buah dada dan kemaluan para siswi. Agar, perbuatannya itu tidak diketahui orang, Mohdar mengancam memberikan nilai merah pada raport para siswi hingga tidak naik kelas. Sayangnya, ancaman guru agama ini tidak membekas karena ada salah seorang siswi menceritakannya kepada orang tuannya.

“ Dugaan sementara, korban masih bisa bertambah, karena kemarin ada siswi yang kini duduk di kelas satu SMP juga disebut-sebut sebagai korban pencabulan,” jelasnya.

Hanya saja kata dia, kasus tersebut berkaitan dengan perlindungan anak, maka setelah menerima laporan resmi dari pihak korban. Kasus tersebut disampaikan ke Polres Tidore dan telah ada surat perintah kapolres agar Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) segera melakukan pengambilan keterangan para korban, hari ini. Tim yang akan mengambil keterangan kata Kapolsek, diantaranya adalah Kasat Reskrim AKP Hendri Santiko, Kanit PPA, Julaiha Dukomalamo dan Briptu Kartini serta tiga anggota Reskrim Polres Tidore.

“ Sudah ada laporan resmi, kita sudah tuangkan ke laporan polisi sejak tanggal 18 dan kita tindak lanjut, jadi unit PPA yang lanjut proses penyelidikannya. Sampai saat ini yang bersangkutan tidak balik ke Wama, karena kebetulan juga masyarakat tidak menginginkan dia untuk ada di Wama,” ungkapnya.

Dari data yang dihimpun Polsek Oba menyebutkan 27 korban pencabulan itu diantaranya, SHM, JU, SHB, LG, FK, PSSH, SH, SM, RAT, NHA, SD, RM, NHM, UT, RM, DA, EA, NH, WY, SN, AH, ET, RSG, NHJ, RA dan TLI. (amy)

Kamis, 02 Februari 2012

19 KK Tuntut Ganti Rugi

Laporan : A.R.Tomawonge

SOFIFI- Persoalan pembebasan lahan kawasan pemerintahan provinsi Maluku Utara untuk pembangunan jalan 40 di Sofifi semakin hari semakin mengercut. Pengakuan warga yang merasa dirugikan mulai berdatangan. Bahkan, untuk menuntut ganti rugi sebanyak 19 warga desa Galala menyurati Gubernur Malut, Thaib Armayn. Mereka mengancam, jika surat tersebut tidak ditanggapi, lahan yang saat ini telah digusur untuk pembangunan jalan 40 akan dipasang patok.

Surat dalam bentuk laporan tertulis itu kemarin diterima Radar Halmahera, sembilan belas warga tersebut menyertakan empat point tuntutan dan lampiran harga pembayaran lahan yang mereka terima sebelumnya (tahun 2000). Pada point pertama, sembilan belas warga menjelaskan bahwa dalam rangka penggusuran tanah di Desa Galala oleh pemerintah provinsi Maluku Utara untuk kepentingan pelebaran jalan 40 pada tahun 2000 dengan tegas mereka tolak. Pasalnya, saat dilakukan pembebasan lahan ditahun tersebut, mereka (19 warga) tidak berada ditempat. Saat itu, mereka berada dilokasi pengungsian di Manado Sulawesi Utara. Alasan penolakan menurut mereka, pembebasan dilakukan tanpa melalui perundingan dengan pemilik lahan.

Pada point kedua mereka menjelaskan, bahwa untuk mendorong upaya pemerintah tersebut, mereka dengan rela memberikan tanah yang kini telah diaspal oleh pemerintah beberapa tahun lalu sebagaimana harga tanah yang mereka lampirkan. 

Selain dua pernyataan tersebut, pernyataan lainnya adalah pemerintah provinsi maluku Utara harus meninjau kembali harga pembayaran lahan tahun ini, karena pemprov sendiri pada tahun ini kembali melakukan penggusuran untuk pelebaran sisi kiri dan kanan jalan 40 dengan mempertimbangkan kondisi hidup yang mereka alami saat ini. yakni kehilangan tempat tinggal dan mendirikan bangunan (rumah) diatas tanah pinjaman.

Jika, laporan dan keinginan tersebut menurut mereka tidak mendapat perhatian pemprov malut, maka langkah yang akan diambil adalah menghentikan pekerjaan proyek tersebut dengan melakukan pemasangan patok pada sejumlah lahan milik mereka yang kini telah digusur oleh pemprov malut.

Dalam surat yang ditandatangani Djoni Totoda sebagai orang yang mewakili para pemilik tanah tanggal 16 Mei 2011 itu, sejumlah nama-nama pemilik ikut dilampirkan. Mereka diantaranya, Namuel Kasiehang dengan Sertifikat tanah bernomor 279, Sarlince Dalagi Totoda dengan sertifikat bernomor 251 dengan luas lahan 584 M2, Yulian Sasikome dengan sertifikat bernomor 252 dengan luas tanah 404 M2, J.G.Namotemo dengan luas tanah 500 M2.

Pemilik lainnya adalah, Welem Tatali dengan luas tanah 375 M2, Lorens Puasa dengan luas tanah 720 M2, Anince Makagangsa dengan luas tanah 700 M2, Apnejo Salaula, Otius Makaronggala, Lokasi Gereja Elene Galala dengan luas lahan 15 x 25 M, Yakobus Kasiehang dengan luas lahan 612 M2, Daniel Mahipe dengan luas lahan 1,181 M2, Luther Piter dengan luas lahan 40 x 88 M2, Lahan lapangan Bola Kaki dusun Galala, Otius Makaronggala yang saat ini berdiri dua proyek dan Yahya Lohor dengan luas tanah 40 x 70 M2. 

Dalam surat tersebut 19 warga menyertakan nominal yang mereka terima berdasarkan luasan lahan mereka yang telah digusur dengan sejumlah tanaman yang berada didalam lahan tersebut. Namuel Kasiehang dengan luas lahan yang belum dipastikan mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 12.542.000 dengan 147 pohon kelapa, 386 pohon cokelat Hibryda, 28 pohon pala, pisang 10 rumpun pisang,   pohon lemon manis, 1 pohon lemon hangkari dan 2 pohon jambu air.

Sarlince Dalagi Totoda dengan luas lahan 584 M2 mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 400.000 yang didalamnya termasuk pondasi rumah 9 x 10 M, jeruk asam sebanyak 10 pohon, 2 rumpun pisang, 1 pohon kelapa, 1 pohon kadondong, 1 pohon mangga dan 1 pohon jambu air. Untuk  Yulian Sasikome dengan luas tanah 404 M2 mendapat pembayaran Rp. 350.000 yang didalamnya terdapat pondasi rumah 6 x7 M, 1 buah makam, jeruk asam 4 pohon, 2 pohon kelapa, 1 pohon nangka dan 2 rumpun pisang. J.G.Namotemo dengan luas tanah 500 M2 mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 350.000, yang lahannya berisikan pondasi rumah 8 x 14 M, 1 pohon kelapa, 1 pohon nagka, 3 pohon jeruk asam serta sumur, Wc dan Kamar mandi.

Welem Tatali dengan luas tanah 375 M2 mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 170.000 isi lahannya antara lain pondasi rumah 7 x 9 M, jeruk asam 4 pohon, cengkeh 3 pohon, kakao 4 pohon, kelapa 2 pohon dan pisang sebanyak 2 rumpun. Lorens Puasa dengan luas tanah 720 M2 mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 0, Anince Makagangsa dengan luas tanah 700 M2 mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 200.000 dengan tanah berisikan kelapa 11 pohon, mangga 2 pohon, kedondong 1 pohon, jeruk asam 2 pohon, pisang sebanyak 5 rumpun, pondasi rumah I seluas 9 x 7 meter, lokasi rumah II seluas 9 x 7 meter dan makan 1 buah.

Apnejo Salaula mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 170.000 dengan luas lahan yang belum diketahui demikian dengan Otius Makaronggala mendapatkan pembayaran lahan sebesar Rp. 1.000.000 dengan luas lahan yang belum diketahui, Lokasi Gereja Elene Galala dengan luas lahan 15 x 25 M belum dilakukan pembayaran, Kornolius Lahiwu dengan luas lahan 15 x 25 M belum ada pembebasan, Matusala Pulu dengan luas lahan 15 x 25 m juga belum dilakukan pembebasan.

Sementara Yakobus Kasiehang dengan luas lahan 612 M2 mendapatkan pembebasan dengan nilai Rp. 600.000, Daniel Mahipe dengan luas lahan 1,181 M2 mendapatkan pembebasan lahan senilai Rp. 1.600.000. Luther Piter dengan luas lahan 40 x 88 M2 mendapatkan pembebasan lahan sebesar Rp. 4.000.800, Lahan lapangan Bola Kaki dusun Galala belum dilakukan pembayaran, Lorens Puasa mendapatkan pembayaran seniali Rp. 2.400.000 dengan lahan yang belum pasti dan Otius Makaronggala yang saat ini berdiri dua proyek  mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 150.000 dengan luas lahan yang belum pasti serta Yahya Lohor dengan luas tanah 40 x 70 M2 yang mendapatkan pembayaran senilai Rp. 2.000.000. (***)