Laporan : A.R.Tomawonge
SOFIFI- Persoalan pembebasan lahan kawasan pemerintahan
provinsi Maluku Utara untuk pembangunan jalan 40 di Sofifi semakin hari semakin
mengercut. Pengakuan warga yang merasa dirugikan mulai berdatangan. Bahkan,
untuk menuntut ganti rugi sebanyak 19 warga desa Galala menyurati Gubernur
Malut, Thaib Armayn. Mereka mengancam, jika surat tersebut tidak ditanggapi, lahan
yang saat ini telah digusur untuk pembangunan jalan 40 akan dipasang patok.
Surat dalam bentuk laporan tertulis itu kemarin
diterima Radar Halmahera, sembilan belas warga tersebut menyertakan empat point
tuntutan dan lampiran harga pembayaran lahan yang mereka terima sebelumnya
(tahun 2000). Pada point pertama, sembilan belas warga menjelaskan bahwa dalam
rangka penggusuran tanah di Desa Galala oleh pemerintah provinsi Maluku Utara
untuk kepentingan pelebaran jalan 40 pada tahun 2000 dengan tegas mereka tolak.
Pasalnya, saat dilakukan pembebasan lahan ditahun tersebut, mereka (19 warga)
tidak berada ditempat. Saat itu, mereka berada dilokasi pengungsian di Manado
Sulawesi Utara. Alasan penolakan menurut mereka, pembebasan dilakukan tanpa
melalui perundingan dengan pemilik lahan.
Pada point kedua mereka menjelaskan, bahwa untuk
mendorong upaya pemerintah tersebut, mereka dengan rela memberikan tanah yang
kini telah diaspal oleh pemerintah beberapa tahun lalu sebagaimana harga tanah
yang mereka lampirkan.
Selain dua pernyataan tersebut, pernyataan lainnya
adalah pemerintah provinsi maluku Utara harus meninjau kembali harga pembayaran
lahan tahun ini, karena pemprov sendiri pada tahun ini kembali melakukan
penggusuran untuk pelebaran sisi kiri dan kanan jalan 40 dengan
mempertimbangkan kondisi hidup yang mereka alami saat ini. yakni kehilangan
tempat tinggal dan mendirikan bangunan (rumah) diatas tanah pinjaman.
Jika, laporan dan keinginan tersebut menurut mereka
tidak mendapat perhatian pemprov malut, maka langkah yang akan diambil adalah
menghentikan pekerjaan proyek tersebut dengan melakukan pemasangan patok pada
sejumlah lahan milik mereka yang kini telah digusur oleh pemprov malut.
Dalam surat yang ditandatangani Djoni Totoda sebagai
orang yang mewakili para pemilik tanah tanggal 16 Mei 2011 itu, sejumlah
nama-nama pemilik ikut dilampirkan. Mereka diantaranya, Namuel Kasiehang dengan
Sertifikat tanah bernomor 279, Sarlince Dalagi Totoda dengan sertifikat
bernomor 251 dengan luas lahan 584 M2, Yulian Sasikome dengan sertifikat
bernomor 252 dengan luas tanah 404 M2, J.G.Namotemo dengan luas tanah 500 M2.
Pemilik lainnya adalah, Welem Tatali dengan luas tanah
375 M2, Lorens Puasa dengan luas tanah 720 M2, Anince Makagangsa dengan luas
tanah 700 M2, Apnejo Salaula, Otius Makaronggala, Lokasi Gereja Elene Galala
dengan luas lahan 15 x 25 M, Yakobus Kasiehang dengan luas lahan 612 M2, Daniel
Mahipe dengan luas lahan 1,181 M2, Luther Piter dengan luas lahan 40 x 88 M2,
Lahan lapangan Bola Kaki dusun Galala, Otius Makaronggala yang saat ini berdiri
dua proyek dan Yahya Lohor dengan luas tanah 40 x 70 M2.
Dalam surat tersebut 19 warga menyertakan nominal yang
mereka terima berdasarkan luasan lahan mereka yang telah digusur dengan
sejumlah tanaman yang berada didalam lahan tersebut. Namuel Kasiehang dengan
luas lahan yang belum dipastikan mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 12.542.000
dengan 147 pohon kelapa, 386 pohon cokelat Hibryda, 28 pohon pala, pisang 10
rumpun pisang, pohon lemon manis, 1
pohon lemon hangkari dan 2 pohon jambu air.
Sarlince Dalagi Totoda dengan luas lahan 584 M2
mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 400.000 yang didalamnya termasuk pondasi
rumah 9 x 10 M, jeruk asam sebanyak 10 pohon, 2 rumpun pisang, 1 pohon kelapa,
1 pohon kadondong, 1 pohon mangga dan 1 pohon jambu air. Untuk Yulian Sasikome dengan luas tanah 404 M2
mendapat pembayaran Rp. 350.000 yang didalamnya terdapat pondasi rumah 6 x7 M,
1 buah makam, jeruk asam 4 pohon, 2 pohon kelapa, 1 pohon nangka dan 2 rumpun
pisang. J.G.Namotemo dengan luas tanah 500 M2 mendapatkan pembayaran sebesar
Rp. 350.000, yang lahannya berisikan pondasi rumah 8 x 14 M, 1 pohon kelapa, 1
pohon nagka, 3 pohon jeruk asam serta sumur, Wc dan Kamar mandi.
Welem Tatali dengan luas tanah 375 M2 mendapatkan
pembayaran sebesar Rp. 170.000 isi lahannya antara lain pondasi rumah 7 x 9 M,
jeruk asam 4 pohon, cengkeh 3 pohon, kakao 4 pohon, kelapa 2 pohon dan pisang
sebanyak 2 rumpun. Lorens Puasa dengan luas tanah 720 M2 mendapatkan pembayaran
sebesar Rp. 0, Anince Makagangsa dengan luas tanah 700 M2 mendapatkan
pembayaran sebesar Rp. 200.000 dengan tanah berisikan kelapa 11 pohon, mangga 2
pohon, kedondong 1 pohon, jeruk asam 2 pohon, pisang sebanyak 5 rumpun, pondasi
rumah I seluas 9 x 7 meter, lokasi rumah II seluas 9 x 7 meter dan makan 1
buah.
Apnejo Salaula mendapatkan pembayaran sebesar Rp.
170.000 dengan luas lahan yang belum diketahui demikian dengan Otius
Makaronggala mendapatkan pembayaran lahan sebesar Rp. 1.000.000 dengan luas
lahan yang belum diketahui, Lokasi Gereja Elene Galala dengan luas lahan 15 x
25 M belum dilakukan pembayaran, Kornolius Lahiwu dengan luas lahan 15 x 25 M
belum ada pembebasan, Matusala Pulu dengan luas lahan 15 x 25 m juga belum
dilakukan pembebasan.
Sementara Yakobus Kasiehang dengan luas lahan 612 M2
mendapatkan pembebasan dengan nilai Rp. 600.000, Daniel Mahipe dengan luas
lahan 1,181 M2 mendapatkan pembebasan lahan senilai Rp. 1.600.000. Luther Piter
dengan luas lahan 40 x 88 M2 mendapatkan pembebasan lahan sebesar Rp.
4.000.800, Lahan lapangan Bola Kaki dusun Galala belum dilakukan pembayaran,
Lorens Puasa mendapatkan pembayaran seniali Rp. 2.400.000 dengan lahan yang
belum pasti dan Otius Makaronggala yang saat ini berdiri dua proyek mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 150.000
dengan luas lahan yang belum pasti serta Yahya Lohor dengan luas tanah 40 x 70
M2 yang mendapatkan pembayaran senilai Rp. 2.000.000. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar