Senin, 04 Juli 2011

Tanah Warga Dibongkar


Klaim Milik Negara Untuk Kepentingan Transmigrasi
SOFIFI-  Sertelah 19 Kepala Keluarga (KK) di Desa Galala Kecamatan Oba Utara diserobot tanahnya oleh pemerintah provinsi Maluku Utara (Malut) untuk kepentingan pembangunan infrastruktur jalan 40. Kondisi yang sama dialami sejumlah KK Dua Desa di Kabupaten Halmahera Timur. Tanah mereka dibongkar dengan alasan tanah tersebut milik negara, untuk kepentingan transmigrasi.
Mukti Baba, Ketua Dewan Pengurus Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara mengatakan, saat ini telah dilakukan penggusuran oleh pemerintah Halmahera Timur (Haltim) pada lahan milik sejumlah KK di Desa Wasileo dan Patlean Kecamatan Maba Utara. Padahal menurut dia, lahan tersebut merupakan sumber kehidupan masyarakat setempat.
“ itu lahan perkebunan masyarakat, tapi telah dibongkar dengan alasan mau dijadikan pemukiman transmigrasi,” katanya.
Alasan penggusuran itu juga menurut dia sangat ganjil. Lahan yang telah dikelolah oleh masyarakat puluhan tahun itu, kemudian oleh rekanan yang dipercayakan oleh Pemkab Haltim bahwa lahan-lahan tersebut adalah lahan milik negara yang telah dipatok sejak tahun 1976.  Anehnya lagi, alasan kepemilikan tanah itu bahkan baru diketahui warga setelah pembongkaran dilakukan.
“ Lahan tersebut rencananya mau dijadikan dua Satuan pemukiman (SP). Padahal selama ini masyarakat hanya bergantung pada hasil perkebunan yang mana setiap tanamannya tumbuh diatas lahan yang digusur itu,” ujarnya.
Akibat karena penggusuran itu, masyarakat dua desa mengalami kerugian baik materil maupun nonmateril. Karenanya, Walhi Malut menurut dia, tidak akan diam melihat persoalan tersebut. Walhi akan melayangkan sikap protes kepada Pemkab Haltim yang dinilai telah mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat. Penggusuran yang dilakukan tersebut menurut dia adalah bentuk praktek perampasan hak-hak rakyat atas sumber daya kehidupan.
“ Kita Tidak menolak program transmigrasi tapi masih banyak lahan yang luas untuk digunakan  bagi kepentingan itu (transmigrasi), jangan sampai kepentingan pembangunan malah merugikan dan mengorbankan masyarakat,” imbuhnya.
Dikatakannya, dari data yang dihimpun menyebutkan, penggusuran lahan yang berada didua desa itu nantinya dijadikan dua satuan pemukiman transmigrasi. Lahan pemukiman transmigrasi itu menurut dia, ternyata hanyalah pintu masuk untuk investasi kelapa sawit didaerah tersebut. Pasalnya saat ini di Haltim sendiri menurut dia, telah ada tiga Satuan Pemukiman (SP) yakni SP 3, sementara untuk SP 4 dan SP5 yang menghubungkan masyarakat Patlean dan di Waseleo sementara dilakukan pembongkaran lahan.
“ Masyarakat yang rata-rata bermata percarian sebagai pekebun itu, tidak bisa berbuat banyak, mereka hanya bisa melihat lahan dan tanaman kelapa mereka digusur, padahal lahan tersebut telah dikelolah masyarakat sejak 20 tahun silam,” katanya. (amy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar