Rabu, 07 Desember 2011

Deprov 'Jilat Ludah' Sendiri

4 Jam Molor, Pengesahan APBD-P Dipaksakan
Laporan : A.R.Tomawonge
SOFIFI- Komitmen menolak usulan belanja modal dalam dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan tahun 2011 dengan alasan tidak efektif lagi oleh Deprov Malut ternyata hanya isapan jempol belaka. Dalam paripurna pengesahan RAPBD Perubahan, seluruh usulan belanja modal disetujui meski mendapat penolakan sejumlah anggota Badan Anggaran (Banggar).
Rapat pembahasan RAPBDP Malut tahun 2011 ini terbilang sangat singkat, hanya membutuhkan tiga hari untuk melakukan finalisasi dengan alasan keterbatasan waktu. Apalagi telah memasuki bulan desember tahun 2011. Bahkan sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Malut, Djasman Abubakar berkoar-koar tentang akan menolak seluruh usulan belanja modal dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan alasan, belanja modal yang tentunya berkaitan dengan proyek fisik sudah tidak memungkinkan lagi. Pasalnya, dalam aturan tender proyek, dibutuhkan waktu selama 45 hari. Dan itu sudh tidak cukup lagi.
Politisi PDI Perjuangan ini juga mengatakan, keinginan menghilangkan usulan belanja modal, juga atas keputusan bersama Badan Anggaran (Banggar) Deprov Malut yang dituangkan dalam Daftar Inventarisir Masalah (DIM). Sayangnya, pernyataan-pernyataan bernada ancaman tersebut ternyata hanyalah gertak sambal. Deprov hanya melakukan shock terapi dan tidak menutup kemungkinan ada deal-deal tertentu.
Anggota Banggar Deprov Malut, Umar Alting yang ditemui seusai paripurna mengatakan, dirinya bersama empat anggota DPRD tidak mau bertanggungjawab dengan keputusan paripurna pengesahan dokumen RAPBD Perubahan tahun 2011. Pasalnya menurut dia, terdapat banyak kejanggalan, satu diantaranya adalah Deprov memaksakan menerima ususlan belanja modal, yang sudah jelas-jelas tidak dapat dilakukan berdasarkan mekanisme tender.
“ Kita berempat keluar dan pulang, karena kita tidak mau bertanggungjawab dikemudian hari jika terdapat persoalan. Sudah jelas-jelas didepan mata kalau semua itu sudah bermasalah,kok DPRD mau menerima bahkan mengesahkan,” katanya.
Bahkan menurut dia, semangat untuk menolak seluruh usulan belanja modal adalah kesepakatan yang diambil dalam rapat Banggar yang dituangkan dalam surat bernomor 903/258/2011 tanggal 29 November 2011 tentang Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang ditujukan kepada Sekdaprov Malut, Muhadjir Albaar. Anehnya dalam rapat finalisasi pagi kemarin kondisi forum berubah menjadi lain.
“ pemaksaan menerima usulan belanja modal ini jelas-jelas bertentangan dengan Kepres 80 dan Kepres 54 tahun 2010 tentang pengasaan Barang dan Jasa. apalagi Paripurna tidak memenuhi quorum, yang hadir 26 orang, sementara dalam tatib disebutkan dua per tiga dari total anggota DPRD harus hadir, dan itu harus tiga puluh orang,” ungkapnya.
Sementara itu, Djasman Abubakar yang ditemui terlihat memiliki sikap yang berbeda. Kepada wartawan dia mengaku persetujuan atas usulan belanja modal lebih diarahkan pada pelaksanaan kegiatan Sail Indonesia di Morotai (SIM) tahun 2012, pasalnya menurut dia, SIM adalah hajatan yang harus mendapat dukungan penuh. Namun kata dia, persetujuan itu tidak berarti setelah dianggarkan dalam APBDP lantas SKPD langsung melakukan kegiatan.
“ dilaksanakan tapi tetap harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika sudah tidak bisa yang jangan dilakukan,” katanya.
Saat disentil terkait penegasan dirinya berapa hari lalau tentang komitmen menolak usulan belanja modal. dia mengaku jika hal tersebut memang disampaikan, namun karena adanya perdebatan diinternal banggar, maka pendapat-pendapat yang berbeda tersebut harus diakomodir untuk dapat disatukan. Alhasil, dari sejumlah pendapat itu, diputuskan dengan catatan, dimana adanya pertimbangan bahwa DPRD hanya berkepentingan untuk melakukan sistem penganggaran, semenetara Eksekutif adalah pelaksana tekhnis.
“ memang kita (DPRD) sudah tahu ini tidak bisa, tapi kita hanya melakukan sistem penganggaran. Teknis itu ada pada pemerintah, mereka pasti tahu mana yang bisa dan tidak,” ujarnya.
Dalam APBD P Malut tahun 2011 itu menurut dia, belanja modal yang diusulkan mencapai Rp. 60 Milyar. setengah dari total anggaran belanja modal itu dipergunakan untuk kepentingan SIM 2012. Sementara untuk pendapatan Asli daerah menurut dia naik sebesar Rp. 18 Milyar sehingga mendongkrak pendapatan daerah secara keseluruhan setelah ditambah dengan bantuan pihak ketiga. Sayangnya, Djasman sendiri mengaku dia tidak hafal betul angka-angka yang tertera dalam dokumen APBD Perubahan tahun 2011 itu. Bahkan, sejumlah pegawai disekretariat DPRD juga saat ditemui untuk melihat angka-angka tersebut malah memberikan penjelasan bahwa angka-angka dalam laporan yang dibacakan masih memiliki kesalahan. Karena itu, data tersebut beum dapat diberikan menunggu perbaikan.
Sementara itu dari data yang diperoleh menyebutkan, total nilai APBD Perubahan Malut tahun 2011 adalah sebesar Rp. 897.101.421.000 dari yang sebelumnya adalah sebesar Rp. 724.632.611.000, atau naik sebesar Rp. 172.477.810.000. sumber yang menyebabkan pendapatan daerah mengalami kenaikan, berasal dari sumbangan pihak ketiga dan pendapatan Asi Daerah (PAD). Untuk bantuan pihak ketiga, pemprov malut mendapat bantuan dari PT.NHM sebesar Rp. 73,90 Milyar, PT.Antam sebesar Rp. 17,74 M (untuk pembelian genset) dan Bantuan Kesehatan dari Pemerintah pusat sebesar Rp. 37,125 Milyar. meski demikian, Pemprov Malut melalui APBDP malut tahun 2011, kembali merancang devisit. Dimana, belanja daerah adalah sebesar Rp. 912.833.729.000.
Sebelumnya, proses menuju paripurna pengesahan APBD Perubahan Malut tahun 2011, terbilang cukup singkat. Pasalnya hanya membutuhkan tiga hari melakukan finalisasi. Meski dalam pembahasan belum menemukan kesamaan persepsi, Badan Musyawarah (Banmus) telah mengagendakan Paripurna pada Kamis pagi kemarin tepat pukul 10:00 WIT. sayangnya, hingga pagi kemarin, Banggar masih belum satu pemikiran, karena itu, rapat finaslisasi kemudian dilanjutkan di kantor DPRD malut yang menyebabkan paripurna akhirnya digelar pada pukul 14:00 WIT dan dihadiri oleh gubernur malut, Thaib Armayn.
Dalam paripurna itu, empat anggota DPRD Malut, masing-masing, Syachril Marsaolly, Umar Alting, Suhri Hud dan Ahmad Djabid menolak untuk mengikuti paripurna dengan alasan tidak mau bertanggungjawab terhadap pengesahan dokumen yang nilai penuh dengan masalah itu. Penolakan itu mengakibatkan, anggota Deprov yang mengikuti paripurna hanya 26 orang. Dan paripurna dilanjutkan dengan alasan telah memenuhi quorum, padahal dalam tata tertib Deprov Malut, untuk paripurna pengesahan, harus dihadiri 2/3 dari anggota DPRD. jika tidak memenuhi maka paripurna diskorsing selama satu jam, jika dalam satu jam belum juga memenuhi maka paripurna diskorsing selama tiga hari. Dan jika dalam waktu tiga hari masih dengan kondisi yang sama, maka banmus segera melakukan rapat kembali membahas paripurna.
“ Iya yang hadir harus tiga puluh orang, kalau tidak maka tidak memenuhi quorum,” kata wakil Ketua DPRD Malut, Alimin Muhammad sebelum paripurna di mulai.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar