Biro Pemerintahan Sebut Pembebasan Lahan Tidak
Bermasalah
Laporan : A.R.Tomawonge
TERNATE- Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Malut
tahun 2010 yang menyebutkan anggaran sebesar Rp. 5 Milyar dari total Rp. 22
Milyar yang digunakan untuk pembebasan lahan tahun 2010 terindikasi tidak jelas
dibantah Biro Pemerintahan Setdaprov Malut. Temun tersebut dinilai hanya
kesalahan administratif. Mendengar itu, Panitia Kerja (Panja) Deprov geram.
Satu Bidang Tanah Yang Bermaslah |
“ peta lahan sudah kita siapkan, semuanya sudah ada,”
kata Kepala Biro Pemerintahan Setdaprov Malut, Toni Ponto yang ditemui di Bella
International Hotel kemarin.
Dijelaskannya, terkait dengan masalah pembebasan lahan,
Biro Pemerintahan bersama sejumlah pihak yang sebelumnya terlibat dalam proyek
itu, seperti Miftah Bay bahkan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dari Kota Tidore
Kepulauan telah melakukan pertemuan dengan Badan Anggaran (banggar) Deprov
Malut. dalam pertemuan itu menurut dia telah disepakati proyek pembebasan lahan
tidak bermasalah.
“ Dan semuanya ter-coffer, baik lokasi maupun lahannya,
meski nanti akan dilakukan penetapan lagi oleh BPN. Jadi semuanya tidak
bermasalah,” ujarnya.
Selain itu dia kepada koran ini lantas membantah adanya
pengakuan Bagian Pemerintahan Kota Tikep bahwa tidak dilibatkannya P2T oleh
Biro Pemerintahan karena saat itu Biro Pemerintahan beralasan Gubernur yang
meminta. Pasalanya menurut dia, Gubernur selama ini hanya meminta kepada Biro
Pemerintahan untuk segera melakukan penyelasaian masalah pembebasan lahan. Lalu
bagimana dengan temuan BPK tahun 2010 yang menyatakan ada anggaran Rp. 5 Milyar
yang terindikasi tidak dapat dipertanggungjawabkan? Ditanya demikian, Toni
mengatakan, temuan BPK tersebut hanya bersifat administratif. Pasalnya menurut
dia hingga saat ini barang (tanah) yang telah dibelanjakan dapat
dipertanggungjawabkan.
“ Barangnya ada, jadi bukan pula soal lokasi yang tidak
jelas. Meski BPK punya temuan demikian, kita masih akan tetap melakukan
pengecekan lagi. Soal lima milyar itu, dalam pertemuan dengan Banggar, sudah
dijelaskan oleh Miftah Bay, jadi sebenarnya tidak ada permasalahan, itu hanya
administrasi saja,” ungkapnya.
Terkait pengakuan itu, Ketua Panitia Kerja (Panja)
Deprov Malut, Wahyudin A.Hamid membantah pengakuan itu, pasalnya menurut dia,
dalam temuan BPK Malut yang menyebutkan pembelian lahan seluas 124 M2 dengan
anggaran Rp. 5 Milyar terindikasi bermasalah.
“ Tara masalah bagaimana? coba lihat, dalam temuan
BPKitu BPK menyatakan terindikasi, jika
ada kata indikasi itu berarti ada temuan kerugian negara, tidak ada cerita
lain. Kalu dalam temuan itu bilang berpotensi, maka sebanding antara kesalahan
administrasi dan kerugian daerah. Atau dalam temua itu bilang belum didukung atau belum
dilengkapi itu baru temuan administrasi, tapi soal lima milyar ini terindikasi,” katanya.
Justeru menurut politis Partai Amanah Nasional (PAN)
ini, pada proyek pembebasan lahan tahun 2010, Pemprov Malut melalui Biro
pemerintahan telah melakukan kesalahan administrasi yang luar biasa. Dimana
dalam pelaksanaan proyek, Biro pemerintahan tidak pernah melibatkan P2T dalam
setiap tahapan pembebasan lahan. P2T menurut dia hanya dilibatkan dalam proses
pembayaran lahan. Karena itu, aneh menurut dia jika dianggap temuan BPK tahun
2010 tersebut tidak bermasalah.
“ Kong dia bilang tidak bermasalah bagaiaman?, masalah
tanah ini masalah krusial. Ini bukan masalah administrasi, 5 milyar indikasi
kerugian daerah. Jadi harus dikembalikan ke daerah,” tegasnya.
Saat ini, panja menurut dia tengah menunggu update
laporan dari BPK atas LHP sebelumnya. Sambil menunggu, Panja juga menurut dia
tengah menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada pimpinan Deprov. Point
rekomendasi tersebut diantaranya, tetap akan melakukan pembentukan pansus soal
lahan, moratorium lahan sampai ada penertiban soal lahan serta mendorong
pimdeprov mengeluarkan rekomendasi kepada BPK untuk melakukan audit investigasi
khusus terhadap lahan yang telah dibebaskan.
“ Intinya kita
berharapn agar pembebasan lahan tidak ada kesalaha lagi ditahun berikut. Bahkan tidak hanya itu, sesuai
aturan, pemprov dalam melakukan pembebasan lahan, seharusnya memberikan 4
persen biaya operasioanal dari nilai pagu proyek kepada P2T. Tapi selama tahun
2009 dan 2010, itu tidak pernah dilakukan.
jika pagu anggaran Rp. 22 Milyar maka yang harusnya didapat adalah
sebesar Rp. 600 juta,” sebutnya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar