Rabu, 07 Desember 2011

Panja Deprov Geram

Biro Pemerintahan Sebut Pembebasan Lahan Tidak Bermasalah
Laporan : A.R.Tomawonge
TERNATE- Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Malut tahun 2010 yang menyebutkan anggaran sebesar Rp. 5 Milyar dari total Rp. 22 Milyar yang digunakan untuk pembebasan lahan tahun 2010 terindikasi tidak jelas dibantah Biro Pemerintahan Setdaprov Malut. Temun tersebut dinilai hanya kesalahan administratif. Mendengar itu, Panitia Kerja (Panja) Deprov geram.
Satu Bidang Tanah Yang Bermaslah
“ peta lahan sudah kita siapkan, semuanya sudah ada,” kata Kepala Biro Pemerintahan Setdaprov Malut, Toni Ponto yang ditemui di Bella International Hotel kemarin.
Dijelaskannya, terkait dengan masalah pembebasan lahan, Biro Pemerintahan bersama sejumlah pihak yang sebelumnya terlibat dalam proyek itu, seperti Miftah Bay bahkan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dari Kota Tidore Kepulauan telah melakukan pertemuan dengan Badan Anggaran (banggar) Deprov Malut. dalam pertemuan itu menurut dia telah disepakati proyek pembebasan lahan tidak bermasalah.
“ Dan semuanya ter-coffer, baik lokasi maupun lahannya, meski nanti akan dilakukan penetapan lagi oleh BPN. Jadi semuanya tidak bermasalah,” ujarnya.
Selain itu dia kepada koran ini lantas membantah adanya pengakuan Bagian Pemerintahan Kota Tikep bahwa tidak dilibatkannya P2T oleh Biro Pemerintahan karena saat itu Biro Pemerintahan beralasan Gubernur yang meminta. Pasalanya menurut dia, Gubernur selama ini hanya meminta kepada Biro Pemerintahan untuk segera melakukan penyelasaian masalah pembebasan lahan. Lalu bagimana dengan temuan BPK tahun 2010 yang menyatakan ada anggaran Rp. 5 Milyar yang terindikasi tidak dapat dipertanggungjawabkan? Ditanya demikian, Toni mengatakan, temuan BPK tersebut hanya bersifat administratif. Pasalnya menurut dia hingga saat ini barang (tanah) yang telah dibelanjakan dapat dipertanggungjawabkan.
“ Barangnya ada, jadi bukan pula soal lokasi yang tidak jelas. Meski BPK punya temuan demikian, kita masih akan tetap melakukan pengecekan lagi. Soal lima milyar itu, dalam pertemuan dengan Banggar, sudah dijelaskan oleh Miftah Bay, jadi sebenarnya tidak ada permasalahan, itu hanya administrasi saja,” ungkapnya.
Terkait pengakuan itu, Ketua Panitia Kerja (Panja) Deprov Malut, Wahyudin A.Hamid membantah pengakuan itu, pasalnya menurut dia, dalam temuan BPK Malut yang menyebutkan pembelian lahan seluas 124 M2 dengan anggaran Rp. 5 Milyar terindikasi bermasalah.
“ Tara masalah bagaimana? coba lihat, dalam temuan BPKitu  BPK menyatakan terindikasi, jika ada kata indikasi itu berarti ada temuan kerugian negara, tidak ada cerita lain. Kalu dalam temuan itu bilang berpotensi, maka sebanding antara kesalahan administrasi dan kerugian daerah. Atau dalam temua  itu bilang belum didukung atau belum dilengkapi itu baru temuan administrasi, tapi soal lima  milyar ini terindikasi,” katanya.
Justeru menurut politis Partai Amanah Nasional (PAN) ini, pada proyek pembebasan lahan tahun 2010, Pemprov Malut melalui Biro pemerintahan telah melakukan kesalahan administrasi yang luar biasa. Dimana dalam pelaksanaan proyek, Biro pemerintahan tidak pernah melibatkan P2T dalam setiap tahapan pembebasan lahan. P2T menurut dia hanya dilibatkan dalam proses pembayaran lahan. Karena itu, aneh menurut dia jika dianggap temuan BPK tahun 2010 tersebut tidak bermasalah.
“ Kong dia bilang tidak bermasalah bagaiaman?, masalah tanah ini masalah krusial. Ini bukan masalah administrasi, 5 milyar indikasi kerugian daerah. Jadi harus dikembalikan ke daerah,” tegasnya.
Saat ini, panja menurut dia tengah menunggu update laporan dari BPK atas LHP sebelumnya. Sambil menunggu, Panja juga menurut dia tengah menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada pimpinan Deprov. Point rekomendasi tersebut diantaranya, tetap akan melakukan pembentukan pansus soal lahan, moratorium lahan sampai ada penertiban soal lahan serta mendorong pimdeprov mengeluarkan rekomendasi kepada BPK untuk melakukan audit investigasi khusus terhadap lahan yang telah dibebaskan.
“ Intinya  kita berharapn agar pembebasan lahan tidak ada kesalaha lagi ditahun  berikut. Bahkan tidak hanya itu, sesuai aturan, pemprov dalam melakukan pembebasan lahan, seharusnya memberikan 4 persen biaya operasioanal dari nilai pagu proyek kepada P2T. Tapi selama tahun 2009 dan 2010, itu tidak pernah dilakukan.  jika pagu anggaran Rp. 22 Milyar maka yang harusnya didapat adalah sebesar Rp. 600 juta,” sebutnya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar